Selasa, 03 Maret 2009

Sketsa Pemilu 2009 - 3


Centang Perenang Pemberian Suara (3)
Didik Supriyanto - detikPemilu



Jakarta - Meski KPU belum memutus tata cara pemberian suara, Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) sudah mengampanyekan contreng. Namun, KPU tetap lambat bertindak. Ketika akhirnya membuat peraturan, peraturan itu pun dipersilakan untuk dikoreksi.

Sekitar akhir April 2008, atau dua bulan setelah UU No. 10/2008 disahkan, beberapa anggota KPU sempat 'berang'. Pasalnya, Depkominfo telah mengumumkan cara pemberian suara pada Pemilu 2009 dengan mencontreng. Ini terlihat dari buku dan brosur yang diterbitkan oleh departemen tersebut.

Padahal, KPU selaku lembaga yang diperintahkan UU No. 10/2008 untuk mengatur tentang tata cara pemberian suara, belum memutuskan bentuk pemberian suara. KPU secara internal masih mendiskusikan masalah itu.

Di lingkungan internal KPU terjadi perdebatan. Dengan dalihnya masing-masing, ada pihak yang mengusulkan tanda centang atau contreng, ada yang mengusulkan tanda silang, dan ada yang mengusulkan tanda lingkaran. Materi perdebatan persis mengulang apa yang terjadi pada saat pembahasan RUU Pemilu.

Rupanya KPU yang terdiri dari tujuh orang juga tidak segera mengambil kata putus. Malah materi perdebatan muncul di media massa, sehingga banyak kalangan kemudian ikut urun rembug. Pilihannya semakin banyak, karena beberapa kalangan tak hanya mengusulkan centang, silang dan lingkaran, tetapi juga garis dan bahkan coblos.

Pertengahan 2008, KPU meluncurkan kampanye sosialisasi Pemilu 2009 di Istana Negara. Pada saat inilah, KPU mengeluarkan jargon alias tagline Pemilu 2009: 'pilih satu kali dengan tanda centang!' Sayangnya, setelah itu KPU tak sungguh-sungguh mengampanyekannya secara luas. Alasannya, dana sosialisasi belum turun.

Namun, tindakan KPU mengeluarkan jargon 'pilih satu kali dengan tanda centang', sepertinya masih diliputi keraguan. Pasalnya, sampai kampanye sosialisasi dicanangkan di Istana Negara itu, sesungguhnya KPU belum membuat keputusan resmi tentang tata cara pemberian suara. Tentu ini suatu keganjilan.

KPU baru meresmikan bentuk pilihan tersebut pada 28 Oktober 2008 lewat Peraturan KPU No. 35 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungatan Suara dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009.

Pasal 40 Peraturan No. 35/2008 tersebut, berbunyi: 'tata cara pemberian suara pada surat suara, ditentukan : 1) menggunakan alat yang telah disediakan; 2) dalam bentuk tanda 'centang' atau sebutan lainnya; 3) pemberian tanda 'centang' atau sebutan lain, dilakukan satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor calon atau kolom nama calon anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota; 4) pemberian tanda 'centang' atau sebutan lain dilakukan satu kali pada foto salah satu calon anggota DPD; 5) tidak boleh membubuhkan tulisan dan catatan lain pada surat suara; dan 6) surat suara yang terdapat tulisan dan atau catatan lain, surat suara tersebut dinyatakan tidak sah.

Rupanya urusan belum selesai. Peraturan ini mengundang tanya partai politik. Mereka khawatir, dengan ketentuan tersebut, banyak pemilih yang akan salah dalam memberikan suaranya. Celakanya, KPU tak kukuh pendirian. Alih-alih mempertahankan keputusannya, KPU justru membuka lebar perdebatan. Alasannya demi penyempurnaan peraturan KPU.

Demikinlah, Peraturan KPU No. 35/2008 belum merupakan kata putus. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota pun ragu melakukan sosialisasi. Instansi pemerintah, seperti Depkominfo dan Departemen Dalam Negeri, juga masih menunggu 'perintah jelas' dari KPU. Organisasi masyarakat dan LSM yang terbiasa melakukan pendidikan pemilih, juga tak berani mengumumkan cara memilih yang benar.

*) Didik Supriyanto, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
( diks / asy )

Tidak ada komentar: