Jumat, 13 Maret 2009

Tarikan PengaruhKutonegaran dan Pasisiran

Jawa Tengah merupakan tempat lahir dan berkembangnya budaya Jawa. Akan tetapi, kadar pengaruh kebudayaan ini tidak semuanya merata di wilayah itu. Provinsi ini masih terbagi-bagi ke dalam subwilayah kultur yang relatif berbeda meskipun batasannya ”tipis”.

Bagi masyarakat Jawa, keraton bukan hanya suatu pusat politik dan budaya, tetapi keraton juga merupakan pusat keramat kerajaan. Pandangan senada juga pernah diungkapkan Franz Magnis-Suseno (1996) dalam bukunya, Etika Jawa. Keraton adalah tempat raja bersemayam, dan raja merupakan sumber kekuatan- kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa ketenteraman, keadilan, dan kesuburan.

Oleh karena itu, pengaruh keraton bukan hanya menyangkut struktur sosial masyarakatnya, tetapi juga bersifat kewilayahan. Wilayah kekuasaan keraton pun akan terbagi-bagi berdasarkan kadar pengaruhnya.

Ketika pusat Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi dua, Yogyakarta dan Surakarta, sebagian besar wilayah Jateng masuk dalam pengaruh dari Keraton Surakarta. Karena itu, pemilahan wilayah pengaruhnya pun tak lepas dari kedekatan secara geografis dengan Kota Surakarta sebagai pusat budaya dan sebagai kutonegaran (pusat kerajaan).

Menurut pakar sejarah dari Universitas Diponegoro, Prof Dr Djuliati Suroyo, derajat pengaruh dan keterdudukan kepada kutonegaran inilah yang menjadi ukuran untuk memahami bagaimana peta budaya di Jateng yang terbagi dalam empat wilayah konsentrik.

Wilayah konsentrik yang pertama adalah kutonegoro, yakni Kota Surakarta yang menjadi lokasi keberadaan keraton. Wilayah kedua adalah wilayah yang langsung ”diperintah” oleh raja, dalam hal ini pengaruh keraton masih cukup kuat di wilayah yang disebut nagarigung.

Lalu wilayah konsentrik ketiga adalah monconegara yang tidak memiliki keterikatan terlalu kuat dengan keraton. Pemerintahan di wilayah ini lebih banyak didominasi oleh kepala daerah, sedangkan kekuasaan keraton relatif lemah. Budaya keraton di wilayah monconegara pun juga tidak sekuat yang ada di wilayah nagarigung. Ketiga wilayah tersebut, kutonegaran, nagarigung, dan monconegara, cakupan wilayah geografisnya masuk kawasan pedalaman.

Wilayah konsentrik yang keempat adalah pasisiran yang sama sekali tidak memiliki keterikatan kuat dengan kutonegaran. Wilayah ini merujuk pada kawasan pesisir utara Jawa, di mana pengaruh kekuasaan keraton, ketertundukan kepada raja Jawa semakin lemah.

Wilayah pasisiran ini tidak lepas dari pengaruh Islam dan China. Tercatat dalam sejarah, penyiaran agama Islam ke tanah Jawa dimulai dari wilayah ini. Bahkan, pada tahun 1511 di daerah ini pernah muncul Kesultanan Islam Demak yang pengaruhnya mampu menguasai daerah pedalaman.

Hubungan wilayah pedalaman dan pesisir ini mulai memanas ketika pada akhir abad ke-16 senapati dari Mataram Islam yang berpusat di Yogyakarta berhasil menaklukkan Demak.

Upaya penghancuran kota-kota perdagangan di pesisir utara Jawa kemudian dilanjutkan oleh cucunya, Sultan Agung (1613- 1645).

(YOHAN WAHYU/Litbang Kompas)

Tidak ada komentar: