Rabu, 12 November 2008

Kekuatan Mantra Iklan Politik


Muhammad Faisal
Analis Psikologi Politik Charta Politika Indonesia, Mahasiswa S3 Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia


''Yes we can'' merupakan tiga kata magis yang menjadi kunci kesuksesan sang presiden terpilih Barack Obama. Pada masa kampanye pemilu AS lalu, tim pemenangan Obama mengemas pesan ''Yes we can'' menjadi sebuah iklan politik yang dinamis. Beberapa bintang pop muda Amerika, seperti John Legend dan Will I am turut dilibatkan. Mereka menggubah ''Yes we can'' dalam bait lagu yang menghanyutkan emosi audiens.

Hasilnya, 5 Oktober lalu ratusan ribu rakyat AS menyerukan ''Yes we can..yes we can'' dengan penuh haru pada pidato kemenangan Obama. ''Yes we can'' adalah kalimat mantra dari Obama yang berhasil menyihir psikologi publik Amerika lewat iklan politik.Kesuksesan Obama dalam menarik dukungan publik tidak lepas dari permainan emosi. Yes we can tak sekadar jargon yang dimanfaatkan oleh tim kampanye Obama dalam iklan politiknya, tetapi sebuah stimulus emosi yang menggugah rasa harap publik.

Stimulus emosi ini disampaikan secara konsisten dari awal hingga akhir kampanye untuk membangkitkan optimisme publik akan perubahan kondisi hidup mereka. Dampaknya terlihat pada pemilu lalu, pilihan politik masyarakat AS didominasi psikologi pro-perubahan.

Rahasia iklan politik
Menurut Lazarfeld et al (dalam Brader, 2006) semua jenis propaganda pada dasarnya adalah permainan emosi publik. Baden (dalam Brader, 2006) menambahkan bahwa iklan politik pada intinya lebih ditujukan untuk menggugah aspek emosional dibandingkan intelektual. Stimulus emosi dalam iklan politik pada umumnya terbagi dua, yaitu rasa takut dan harap. Rasa takut akan mendorong seseorang untuk memilih sosok pemimpin yang mendatangkan stabilitas, sedangkan rasa harap akan mendorong seseorang memilih sosok pemimpin yang mendatangkan perubahan.

Dalam iklan politik, stimulus emosi dapat disampaikan secara verbal maupun visual. Secara verbal, paparan data statistik mengenai angka kemiskinan atau tingkat kematian dapat memicu perasaan cemas dari audiens. Secara visual, adegan kelahiran seorang anak dan gambaran lingkungan yang nyaman dapat menstimulasi rasa harap. Kombinasi antara stimulasi visual dan verbal yang difokuskan ke sebuah ranah emosi tertentu di sebuah iklan politik akan meninggalkan kesan yang kuat dalam ingatan audiens. Ini karena secara psikologis kesan-kesan emosional cenderung disimpan di dalam memori jangka panjang seseorang.

Pada konteks Indonesia iklan politik lokal masih mengesampingkan ranah psikologi. Mantra iklan politik lokal Soetrisno Bachir (SB) dan Partai Amanat Nasional (PAN) adalah pelopor iklan politik melalui slogan ''Hidup adalah Perbuatan!'' Kampanye ''Hidup adalah Perbuatan'' sangat masif. Dia meliputi media televisi, cetak, dan spanduk-spanduk yang dapat ditemukan di berbagai persimpangan jalan.

Sayangnya, efek mantra 'Hidup adalah Perbuatan' kurang berdampak terhadap tingkat elektabilitas SB. Survei yang dilakukan oleh Charta Politika pada masa awal penayangan iklan itu mengindikasikan bahwa mayoritas audiens iklan tersebut menentang pencalonan SB sebagai presiden. Hasil survei dari Lingkar Survei Indonesia pada Oktober lalu juga menunjukkan bahwa popularitas Soetrisno Bachir tetap stagnan pada angka 49 persen.

Di tempat lain, Rizal Mallarangeng, seorang calon presiden independen, juga memperkenalkan diri kepada publik lewat iklan politik. Iklan politik dari Rizal menyatakan ''Generasi baru, harapan baru''. Rizal mengambil isu pemuda sebagai pesan politik, lalu mengemasnya dalam sebuah iklan yang menggambarkan kekayaan alam Indonesia serta ketokohan Soekarno.

Iklan dari Rizal ternyata tidak terlalu memukau publik. Popularitas Rizal dua bulan lalu hanya mencapai 13 persen menurut survei Lembaga Riset Indonesia (LRI), jauh di bawah para tokoh politik nasional yang lain. Publik juga tidak terlalu mengingat slogan ''Generasi baru, harapan baru''.Partai incumbent tidak mau ketinggalan. Partai Demokrat (PD) turut beriklan dengan mengusung pesan ''Lanjutkan!''

Partai demokrat dalam iklan politiknya mengingatkan publik akan berbagai keberhasilan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, seperti pertumbuhan ekonomi enam persen setiap tahun, cadangan devisa 57 miliar dolar AS, dan pelunasan utang negara. Pesan ''Lanjutkan!'' yang dirancang untuk memancing simpati masyarakat dalam mendukung partai incumbent kurang memberikan pengaruh mendalam. Berdasarkan survei LSI, memori publik terhadap iklan PD masih berada di bawah iklan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Di Indonesia, iklan politik masih lemah dalam menstimulasi emosi publik. Iklan politik lokal lebih mengutamakan estetika yang indah dan jargon-jargon yang mudah diingat. ''Hidup adalah perbuatan, Generasi baru, harapan baru, dan Lanjutkan!'' merupakan contoh-contoh dari pendekatan iklan politik yang tidak fokus dalam menggali emosi audiens. Terbukti melalui berbagai survei, pengaruh iklan-iklan tersebut hingga saat ini tidak terlalu signifikan. Sejauh ini Gerindra menjadi satu-satunya partai yang membidik emosi publik dalam iklannya.

''Gerindra..Gerindra..Gerindra!'' adalah tiga kata yang diucapkan dengan intonasi meninggi oleh suara seorang wanita pada akhir iklan politik Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Tiga kata tersebut berhasil menjadi sebuah mantra politik bagi Gerindra. Pasalnya, September lalu popularitas dari Gerindra melejit sampai 65 persen menurut Lembaga Survei Nasional (LSN). Publik juga menyambut iklan Gerindra dengan sikap yang positif. Memori publik terhadap iklan Gerindra berada pada ambang yang tinggi menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI), yaitu 51 persen.

Sentimen empatik terhadap petani dan gambaran akan kebangkitan Indonesia menjadi sebuah stimulus yang berhasil mendorong optimisme publik. Iklan ''Gerindra!'', sebagaimana ''Yes we can'' dari Obama berpotensi menjadi sebuah mantra psikologis bagi audiens di Indonesia. Stimulus emosi dari iklan ''Gerindra'' disampaikan melalui visualisasi semangat kerja para petani dan pekerja pasar. Hal itu berpengaruh terhadap ranah emosi harap audiens. Suara seorang wanita yang menyerukan dengan intonasi semangat ''Gerindra!'' menjadi stimulus verbal yang turut memperkuat rangsangan emosi harap dari iklan tersebut.

Para kompetitor dari partai Gerindra perlu menyadari bahwa besarnya intensitas dan keindahan sebuah iklan tidak selalu berkorelasi dengan preferensi publik. Jargon yang puitis tidak menjamin' efek mantra' bagi psikologi publik. Di sisi lain, visualisasi yang sinematik juga tidak menjamin munculnya ketergugahan. Ini karena pesan yang membidik emosi audiens adalah mantra iklan politik yang sesungguhnya.

Ikhtisar:
- Iklan politik di Indonesia masih lemah dalam menstimulasi emosi publik.
- Besarnya intensitas dan keindahan sebuah iklan tidak selalu berkorelasi dengan preferensi publik.

Tidak ada komentar: