Rabu, 12 November 2008

Uji Materi UU No 10/2008


Soal Penetapan Caleg, Pemerintah Tak Konsisten


KOMPAS/PRIYOMBODO / Kompas Images
Anggota Komisi Pemilihan Umum, I Gusti Putu Artha (kiri), bersama anggota Komisi Nasional Perempuan, Sjamsiah Achmad, hadir dalam sidang pengujian UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (12/11).
Kamis, 13 November 2008 | 03:00 WIB


Jakarta, Kompas - Pemerintah dinilai tidak konsisten terkait pandangannya mengenai penetapan calon anggota legislatif. Tudingan itu dilontarkan terkait adanya perubahan sikap yang semula mendukung digunakannya suara terbanyak dalam penetapan caleg ke penggunaan sistem nomor urut.

Hal tersebut mengemuka dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD di Mahkamah Konstitusi, Rabu (12/11). Undang-undang tersebut dimintakan uji materi oleh tiga caleg, yaitu Mohammad Soleh, calon anggota DPRD Jawa Timur dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Sutjipto dan Septi Notariana (keduanya calon anggota DPR dari Partai Demokrat); serta Jose Dima Satria.

Soleh mengaku mengalami kerugian konstitusional atas pemberlakuan Pasal 55 yang menyebutkan bahwa di setiap tiga bakal caleg harus ada satu caleg perempuan.

Ia juga mempersoalkan Pasal 214 yang mengedepankan sistem nomor urut dalam menetapkan caleg jika suara yang dikumpulkan tak memenuhi bilangan pembagi pemilih. Ketentuan itu, ujarnya, membuat caleg di urutan besar harus bekerja keras memenuhi 30 persen bilangan pembagi pemilih. Sementara caleg yang berada di urutan kecil dapat dengan mudah memperoleh kursi.

Hal itu, tegasnya, mencerminkan pembedaan kedudukan dan perlakuan, ketidakadilan, ketidakpastian hukum, serta diskriminatif.

Dalam sidang itu, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Agung Mulyana menolak semua dalil yang diajukan pemohon.

Terkait penolakan itu, pemohon mempertanyakan sikap pemerintah. Pasalnya, pada saat RUU dibahas, pemerintah setuju dengan penggunaan suara terbanyak dalam penetapan caleg. ”Kami membawa bukti pernyataan Presiden di media massa yang mendukung sistem suara terbanyak,” kata Soleh.

Sutjipto berpendapat sama. Ia mempertanyakan keberadaan Agung. ”Anda ini mewakili pemerintah yang mana? Mohon Anda tanya dahulu ke Presiden,” katanya.

Namun, Agung mengatakan bahwa dia mengantongi surat perintah dari Menteri Dalam Negeri. (ana)

Tidak ada komentar: