Rabu, 18 Februari 2009

Caleg Perempuan Terpasung


Selasa, 17 Februari 2009 | 23:52 WIB

Makassar, Kompas - Sejumlah calon anggota legislatif dari kaum perempuan di Sulawesi Selatan dinilai cukup peka dan memahami hak-hak dasar publik yang terbengkalai selama ini.

Akan tetapi, untuk meraih suara hingga kemudian duduk sebagai anggota DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, dan DPR, mereka terkendala aturan sosialisasi dari Panitia Pengawas Pemilu, selain lambannya payung hukum dari Komisi Pemilihan Umum.

Hal itu tampak dalam ”Temu Calon Konstituen Caleg Perempuan”, Selasa (17/2) di Makassar. Acara yang digagas Lembaga Studi Kebijakan Publik dan The Asia Foundation itu menampilkan empat caleg, yakni Andi Barlihanti Hasan (Partai Golkar), Iin Aldrianti Manaba (PDI-P), Nurlinda Azis (PAN), dan Devi Santi Erawati (PKS).

Di hadapan panelis Farida Nurlan dan Mappinawang, mereka umumnya sangat fasih mengungkapkan sejumlah hak dasar warga negara yang belum tertangani dengan baik selama ini akibat lemahnya pemahaman eksekutif.

Misalnya, tentang kesehatan gratis yang lazim cuma dimaknai dengan pengobatan gratis; pendidikan gratis yang tidak jelas item dan jenjangnya; serta kesulitan bahan pokok pangan di daerah yang justru surplus beras.

Namun, menyangkut peluang dan tantangan untuk meraih kursi di parlemen, mereka agak pesimistis dengan ruwetnya teknis dan mekanisme pemungutan suara. Rumitnya prosedural pencontrengan tanda gambar membuka peluang golput dan berisiko menjadikan suara yang mestinya sah menjadi rusak.

Barlihanti mencontohkan, sebelum mencontreng di bilik TPS, pemilih setidaknya tiga kali berpikir dan dituntut kejeliannya. Pertama, harus mencari nomor dan gambar partai di kartu suara. Kedua, mencari nama caleg. Ketiga, apakah cuma harus mencontreng nomor caleg atau sekalian dengan nama caleg.

”Itu saja sudah butuh waktu berpikir 15 menit dan bagaimana dengan pemilih yang tidak akrab dengan aksara dan angka?” katanya.

Repotnya, KPU hingga saat ini belum juga menetapkan payung hukum tentang suara yang dianggap sah. Padahal, pemilu legislatif tinggal 50 hari lagi.

Panelis Farida Nurlan dan Mappinawang menyesalkan lambannya KPU dan menyiapkan payung hukum dan kakunya Panitia Pengawas Pemilu menafsirkan aturan. (NAR)

Tidak ada komentar: