Selasa, 10 Februari 2009

PPP dan Keislaman Indonesia


KOMPAS/AGUS SUSANTO / Kompas Images
Ratusan simpatisan PPP memadati jalanan pada saat kampanye Pemilu 2004 putaran kedua di Jakarta.
Selasa, 10 Februari 2009 | 00:41 WIB

Partai Persatuan Pembangunan boleh mengklaim diri sebagai satu-satunya partai Islam yang masih hidup dan punya sejarah panjang dalam pentas politik Indonesia. Namun, partai Islam yang muncul belakangan tampaknya mampu mengatasi ketertinggalannya dalam membangun jaringan dan kedekatan dengan konstituen Muslim. Bahkan, mereka mampu mengakumulasikan dukungan konstituen itu menjadi suara yang punya arti dalam pemilu.

Dalam dua pemilu pascareformasi, PPP memang mampu memperlihatkan diri sebagai kekuatan politik Islam yang terbesar di parlemen. Namun, keraguan terhadap dukungan suara PPP terus saja bermunculan karena dukungan suara riilnya justru berkurang.

PPP dan partai politik lainnya hidup dalam dinamika politik kebangsaan yang terus berubah. Dan perubahan yang dianggap sebagai sunatullah ini membutuhkan perubahan cara menanggapi jika ingin bertahan dalam arus perubahan. Namun, bagi partai sebesar PPP, langkah diambil tidak cukup untuk sekadar bertahan, karena itu artinya sama saja dengan kemunduran.

Dua pemilu masa reformasi seharusnya menjadi pelajaran sangat berharga bagi PPP. Apalagi, sejak lama PPP selalu mewacanakan taghyiir atau perubahan agar bisa bertahan sebagai partai yang tetap punya pengaruh di kalangan Muslim Indonesia.

Tidak heran jika pengurus PPP dengan tegas tetap menyatakan dirinya sebagai partai yang berasas Islam karena, memang, identitas keislaman inilah yang menjadi keunggulan PPP, meskipun mendapat tantangan dari partai Islam lain.

Kritik internal agar PPP kembali ke maqom keislaman yang asli terus saja bermunculan. Apalagi, tidak sedikit juga kalangan internal PPP yang menilai PPP sudah tidak berbeda dengan partai lain. Perbedaannya hanya terletak pada asas partai saja.

Ketua PPP Endi AJ Soefihara pernah mengungkapkan agar PPP bisa menjalankan keislamannya dengan lebih membumi. Sebuah keislaman yang berselera Nusantara karena dengan prinsip rahmatan lil alamin, Islam bisa bergaul erat dengan nilai luhur yang sudah hidup di masyarakat.

Namun, implementasi keislaman yang berselera Nusantara tampaknya belum sepenuhnya terwujud.

Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Saefuddin mengatakan, PPP memang dibentuk melalui fusi empat kekuatan partai berasas Islam. Fusi inilah sesungguhnya yang menjadikan PPP sebagai miniatur umat Islam Indonesia. Inilah yang membedakan PPP dari partai Islam lain, ataupun partai yang berbasiskan pada massa Islam.

”PKB, dan terakhir ada PKNU, merupakan partai Islam yang lebih homogen dengan warga nahdliyin. Begitu juga dengan PAN dan PMB yang berbasis massa Muhammadiyah, dan PBB yang punya basis massa Masyumi, serta PKS yang didukung kalangan usroh atau gerakan tarbiah. Mereka semua didukung umat Islam yang homogen,” ujarnya.

Keberagaman itulah yang menjadi perbedaan yang menonjol bagi PPP dibandingkan dengan partai Islam lainnya. Tidak heran jika secara faktual, sesungguhnya PPP-lah yang bisa menjadi rumah besar bagi politik umat Islam Indonesia.

Menjelang Pemilu 2009, tidak sedikit pihak yang juga meramalkan kehancuran PPP. Bahkan, sejumlah survei nasional yang dilakukan berbagai lembaga survei juga menempatkan PPP di urutan rendah.

Lukman Hakim Saefuddin dan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali tetap optimistis PPP mempunyai massa yang setia. (Imam Prihadiyoko)

Tidak ada komentar: