Sabtu, 21 Februari 2009

Pertarungan di Golkar


Menakar Ulang Golkar
Ibarat menyiapkan parasut, Demokrat baru melirik Golkar bila tak tembus 20 persen.
Jum'at, 20 Februari 2009, 19:29 WIB
Edy Haryadi, Anggi Kusumadewi, Bayu Galih, Siswanto
Presiden SBY dan JK (ANTARA/Ali Anwar)

VIVAnews-PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono tampil agak tegang, saat menggelar jumpa pers di Cikeas, Rabu, pertengahan bulan Februari 2009. Sebelum angkat bicara, dia menatap sekeliling. Sorot matanya serius.

Di kanan kirinya ada sejumlah tokoh Partai Demokrat. Antara lain, Ketua Dewan Pimpinan Pusat, Andi Mallarangeng, Ketua Umum Hadi Utomo, dan tokoh muda partai itu, Anas Urbaningrum. Yudhoyono rupanya ingin menjelaskan perkara penting.

Persoalan bermula dari mulut Achmad Mubarok. Ucapan Wakil Ketua Demokrat itu telah memancing kegusaran Jusuf Kalla, Ketua Umum Golkar, dan juga Wakil Presiden RI.

Sehari sebelumnya, dikutip sejumlah media massa, Mubarok setengah meledek menyatakan jika seandainya Partai Golkar pada Pemilu legislatif mendatang loyo dengan 2,5 persen suara, maka Demokrat tak akan lagi berkoalisi dengan Golkar.

Tentu, sodokan Mubarok itu membuat Jusuf Kalla panas telinganya. Pada pemilu lalu, Golkar adalah pemenang. Partai itu menyabet 21 persen suara.

Kalla pun memberi reaksi. “Jangan bermimpi Golkar mendapat dua persen,” kata Kalla. Nadanya terdengar marah.

Inilah agaknya membuat Yudhoyono tak nyaman. Kalla adalah rekan duetnya di pemerintahan. Tentu tak elok jika membiarkan dia meradang akibat pernyataan Mubarok.

Yudhoyono lalu menggelar jumpa pers itu. Intinya, dia meminta maaf atas pernyataan Mubarok. Yudhoyono mengaku sudah menegur kader utamanya itu. “Partai Demokrat tidak pernah mau meremehkan Partai Golkar,” ujar SBY.

***

Selesaikah perselisihan setelah jumpa pers di Cikeas? Agaknya belum. Kegeraman Kalla sepertinya tidak berdiri sendiri.

Sehari sebelum insiden “2,5 persen” itu, nama Kalla juga tak jadi perbicangan pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Demokrat di arena Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, 8-9 Februari. Tak muncul bursa calon wakil presiden dari Demokrat.

Padahal, rapat sejenis di PDI Perjuangan sepekan sebelumnya, berlangsung meriah, dan memunculkan sekian nama calon wakil presiden (cawapres).

Padahal, Kalla sudah lama memberi sinyal. Menurut dia, Golkar tak akan menggelar konvensi calon presiden (capres). Dalam beberapa wawancara, Kalla juga mengatakan akan bersikap realistis. Tak masalah jadi cawapres, kata Kalla. Yang penting menang. Dari pada jadi capres, tapi kalah.

Namun, sinyal tadi rupanya tak ditangkap peserta Rapimnas Demokrat. Sejumlah ketua partai itu dari daerah, malah memilih tutup mulut soal calon wapres itu.

Menurut mereka, Rapimnas kali ini tak bicara siapa kelak wakil Susilo Bambang Yudhoyono, jago Demokrat untuk kembali ke kursi RI-1. Seluruh tenaga akan dikerahkan memenangkan pemilihan legislatif.
Achmad Mubarok, membenarkan pendapat para ketua DPD tadi. “Pak Kalla tidak dibahas di rapat,” ujarnya.

Tentu, Kalla jadi gerah. Kegeraman itu malah menjalar di partai Beringin. Mereka gusar, Demokrat tak melirik Kalla. Mungkin untuk membalas gertak, tokoh muda Golkar Priyo Budi Santoso mengusulkan Golkar mengajukan capres baru. Tujuannya: agar Golkar tak jadi ban serep. Alias selalu jadi orang nomor dua.

***

Tapi, Demokrat tampaknya tak terpengaruh. Siapa wakil Yudhoyono akan ditentukan nanti setelah pemilu legislatif. Artinya, setelah 9 April.
Demokrat memang sedang percaya diri. Target suara mereka pada Pemilu tahun ini cukup ambisius. Menurut Anas Urbaningrum, dalam prediksi tahun lalu, Demokrat hanya berani menargetkan 15 persen suara.

Tapi, setelah melihat hasil jajak pendapat dan perkembangan organisasi di daerah, Demokrat kini berani mematok target 20 persen suara. “Angka 20 persen tidak terlalu mewah,” kata Anas.

Pada Pemilu 2004, Demokrat sebagai partai baru hanya berhasil meraih 6 persen suara. Tapi, hasil jajak pendapat merekam popularitas partai itu luar biasa. Anas optimis, mereka akan menangguk 20 persen suara dalam Pemilu 2009.

Menurut Ketua Badan Pemenangan Pemilu Demokrat, Mayjen (Purn.) Yahya Secawirya, suara partai mereka terus merangkak naik. Pada hasil jajak pendapat terakhir, Partai Demokrat bahkan sudah mengalahkan Golkar dan PDI Perjuangan.

Survei Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES) Desember 2008 misalnya, memperlihatkan Partai Demokrat dipilih 24,2 persen. Sementara PDI Perjuangan hanya dipilih 20,4 persen dan Partai Golkar hanya 15,7 persen.

Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) bulan Desember juga memperoleh hasil serupa. Partai Demokrat di peringkat satu dengan perolehan 23,0 persen. PDI Perjuangan di peringkat dua dengan 17,1 persen. Dan, Golkar di peringkat tiga dengan 13,3 persen.

Hasil ini melonjak drastis dibanding survei Reform Institute pada Januari 2008. Pada saat itu, Partai Demokrat hanya meraih peringkat tiga dengan 8,3 persen, di bawah Golkar dengan 16,1 persen, dan PDI Perjuangan 19,3 persen.

***

Dengan prediksi suara gemuk begitu, Demokrat bisa bebas menentukan siapa wakil bagi SBY. Bila berhasil tembus 20 persen, maka partai itu tak perlu berkoalisi dengan partai lain mengajukan nama presiden dan wakil presiden.

Maka, tak heran, nama Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mencuat di Rapimnas Demokrat itu. Dia dianggap menetri berprestasi, dan cocok sebagai calon wakil bagi Yudhoyono.

Tapi, Demokrat harus tetap bersikap hati-hati. Kalau gagal meraih 20 persen, maka mereka tetap perlu berkoalisi. Tentu, rekan seiring yang aman adalah Golkar.

Sebab, dua kali pemilu terakhir, Golkar rata-rata mencapai ambang batas 20 persen. Artinya, posisi SBY akan aman di parlemen, karena dijaga oleh kekuatan mayoritas di legislatif.

Taruhlah akan berkoalisi dengan Golkar, tapi siapakah calon wakil presiden yang akan dilirik? Sejumlah jajak pendapat menyimpulkan pasangan Yudhoyono-Kalla masih duet paten.

Tapi, Kalla bukan tak punya pesaing di tubuh Golkar. Sejumlah survei menunjukkan, dalam bursa RI-1, Kalla kalah tenar dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sri Sultan selalu berada di peringkat ketiga setelah Yudhoyono dan Mega. Sementara Kalla terpeleset di peringkat bawah.

Dan persoalan kini kian kompleks, setelah Kalla secara terbuka menyatakan kesiapannya menjadi calon presiden dari Partai Beringin. Salah-salah disikapi, duet SBY-JK bisa wassallam.

Tidak ada komentar: