Sabtu, 21 Februari 2009

Waspadai Guncangan Dalam Pemerintahan


Rivalitas SBY-JK Timbulkan Kekhawatiran

Minggu, 22 Februari 2009 | 02:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla mengenai kesiapan menjadi calon presiden pada Pemilihan Umum 2009 sangat berpotensi menimbulkan guncangan dalam pemerintahan.

Rivalitas antara Jusuf Kalla dan Susilo Bambang Yudhoyono dikhawatirkan membuat terbengkalai agenda pemerintahan yang masih akan berlangsung hingga Oktober 2009.

Oleh karena itu, komitmen kedua pemimpin negara untuk melanjutkan pemerintahan sampai akhir masa jabatan sangat dibutuhkan.

Demikian rangkuman pendapat pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra, dan pakar hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Isharyanto, yang dihubungi terpisah, Sabtu (21/2).

Menurut Saldi, walau belum ada jaminan sepenuhnya Jusuf Kalla betul-betul akan menjadi presiden, pernyataan Kalla otomatis menempatkan dirinya pada dua posisi, yakni posisi wakil presiden yang harus menyelesaikan pemerintahan bersama Yudhoyono hingga Oktober 2009 dan posisi sebagai rival Yudhoyono pada Pemilu 2009. Hal itu akan membuat duet ini sulit menjalankan sisa masa jabatan seperti layaknya hubungan presiden dan wakil presiden.

”Bagaimana keduanya bisa berjalan bersama kalau tahu di sampingnya rival. Ibaratnya tidur dengan musuh sendiri. Ini juga akan berdampak pada anggota kabinet, sebagian akan mengelompok ke Yudhoyono, sebagian lagi kepada Jusuf Kalla. Jadinya, satu perahu akan didayung dua nakhoda,” papar Saldi.

Kendati rivalitas sulit dihindari, Saldi menegaskan, seperti apa akhir pemerintahan Yudhoyono-Kalla akan menjadi poin penting. Jika mereka mengabaikan agenda pembangunan nasional, hal itu akan menjadi penilaian rakyat terhadap keduanya.

Pada bagian lain, dia melihat, kondisi politik yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan gambaran utuh sistem ketatanegaraan dari pusat hingga daerah. Yang terjadi di pemerintahan pusat mirip dengan yang terjadi di daerah ketika kepala daerah dan wakil kepala daerah mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di daerah.

Etika berpolitik

Menurut Isharyanto, apa yang terjadi saat ini menunjukkan tata krama berpolitik di Indonesia belum melembaga sehingga menimbulkan berbagai spekulasi politik. Potensi keguncangan pemerintah pun akan sulit dihindarkan.

”Yang pasti, pemerintahan akan terguncang. Sulit membayangkan presiden menjalankan agenda pemilu dan wakil presiden juga punya agenda sendiri. Belum lagi di bawah presiden dan wakil presiden ada sejumlah menteri, termasuk menteri yang juga ketua partai,” ujarnya.

Hal itu sangat memprihatinkan, kata Isharyanto, karena para pemimpin lebih mengedepankan aspek legal ketimbang moralitas politik.

Dalam kondisi seperti ini, sangat sulit mengharapkan sisa pemerintahan Yudhoyono-Kalla akan diselesaikan dengan baik. Padahal, Yudhoyono banyak menetapkan pencapaian kinerja pemerintahan hingga tahun 2009.

Agar tidak terjadi keguncangan pemerintahan yang besar, sebaiknya Yudhoyono-Kalla menjelaskan kepada publik mengenai kontrak politik mereka dan komitmen untuk menyelesaikan pemerintahan sampai akhir masa jabatan. ”Penjelasan mereka berdua harus didampingi Ketua DPR dan DPD sehingga ada simbol rakyat sudah bertanya,” ujarnya.

Hanya emosional

Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Andrinof A Chaniago, menilai pernyataan Kalla yang menyatakan dirinya siap maju sebagai capres disulut oleh sikap emosional sejumlah elite Partai Golkar di pusat yang kemudian menggalang para elite Partai Golkar di daerah.

”JK sebetulnya telah terjebak oleh sikap emosional elite Golkar tadi. Bagi saya, seandainya Golkar menang sekalipun pada pemilu legislatif pada April nanti, bukanlah tempat yang realistis bagi JK untuk mencalonkan diri sebagai RI 1 atau untuk cawapres dari capres yang berhadapan dengan SBY,” ujarnya.

Menurut Andrinof, dua jalur itu hanya akan mengantarkan kepada kekalahan. Kalau mau realistis, hanya ada dua tempat terbaik bagi Kalla pasca-Pemilu 2009, tetap menjadi cawapres Yudhoyono atau menjadi negarawan.

Berbeda dengan Andrinof, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Irgan Chairul Mahfiz justru menyambut baik kesiapan Kalla menjadi capres. Hal itu akan membuat Pilpres 2009 lebih dinamis dan menambah pilihan bagi masyarakat. ”PPP mengapresiasi sikap tersebut. Artinya sekarang tersedia banyak figur nasional yang siap mengemban kepemimpinan nasional,” ujar Irgan.

PPP menyambut kesiapan Kalla dengan melakukan kajian yang lebih intensif dan komprehensif untuk menentukan kecenderungan sikap politiknya, sambil menunggu hasil pemilu legislatif.

Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro menilai pernyataan kesiapan Jusuf Kalla maju sebagai capres memang semakin menambah seru pertarungan politik nasional.

Akan tetapi, ia mengingatkan jangan sampai elite politik keasyikan mengatur strategi politik untuk berebut posisi presiden dan wakil presiden, lantas agenda utama dan prioritas paling mendesak bangsa ini terbengkalai, yakni mengatasi dampak krisis ekonomi global pada perekonomian nasional.

”Semakin hari dampak negatifnya kian dirasakan masyarakat paling bawah, seperti pemutusan hubungan kerja yang berarti semakin membuat angka pengangguran membengkak dan bermuara pada angka kemiskinan yang kian membesar,” katanya.

”Pesawat Golkar”

Jusuf Kalla dalam pembukaan Musyawarah Besar VIII Pemuda Pancasila (PP) di Jakarta, Sabtu, mengajak anggota PP dalam pemilu 9 April untuk memilih partai yang bisa cepat membawa ke tujuan bernegara dan berbangsa.

Pilihannya adalah naik ”pesawat terbang” bersama Partai Golkar, naik ”kereta api” ataupun ”jalan kaki” bersama partai lain.

Jika anggota PP memilih naik ”pesawat terbang” bersama Partai Golkar, kata Kalla, mereka akan cepat sampai ke tujuan bernegara, yaitu mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Adapun kalau naik ”kereta api”, apalagi ”jalan kaki”, cepat atau lambat sampai ke tempat tujuan akan berbeda.

Dalam acara itu hadir, antara lain, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, yang juga anggota Majelis Pertimbangan Organisasi PP, Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, dan Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional PP Japto S Soerjosoemarno.

Menurut Kalla, secara psikologis, jika mau bepergian, seseorang akan selalu ingin cepat sampai ke tujuan sehingga mereka akan memilih alat transportasi yang lebih cepat dan aman.

Sebelumnya, dalam laporannya, Japto mempersilakan warga dan anggota PP untuk bebas memilih partai yang sesuai dengan pilihan masing-masing.

”Terserah anggota PP mau naik ’pesawat terbang’ Partai Golkar atau mau naik ’kereta api’ atau memilih ’jalan kaki’ partai lain, silakan. Asalkan, partai yang dipilih adalah partai nasionalis berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI,” katanya. (SON/MAM/HAR)

Tidak ada komentar: