Sabtu, 17 Januari 2009

Dinasti Politik Indonesia

 

Munculnya sejumlah nama caleg yang punya hubungan keluarga dengan para tokoh partai politik memicu pendapat masyarakat bahwa politik dinasti akan mewarnai politik Indonesia di masa depan.

Nama putra-putri Megawati, Amien Rais, SBY, Hamzah Haz, Suryadharma Ali dan banyak lagi tokoh lain tertera di dalam daftar calo tetap (DCT) anggota DPR. Opini Prof Dr Thamrin Abdullah di SINDO (31/10/2008) menyatakan bahwa politik dinasti adalah sebuah keniscayaan dan harus diawasi karena mempunyai potensi negatif karena sebagian besar parpol kita belum mempunyai sistem yang mapan dan akuntabel.

Sebenarnya politik dinasti di dalam lembaga legislatif sudah terjadi sejak dulu dan meliputi juga lembaga DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Bagaimana dengan dinasti politik di lembaga eksekutif, yang punya dampak lebih besar, khususnya di tingkat nasional?

Salah satu harian nasional pada 21 Oktober lalu memuat berita utama berjudul Politik Keluarga Semakin Masif, yang mengungkap dinasti politik di Indonesia. Disebutkan adanya dua dinasti politik Indonesia (di tingkat nasional) yaitu dinasti Bung Karno dan dinasti KH Hasyim Asy'ari.

Dicantumkan nama putri-putri Bung Karno yaitu Megawati, Rachmawati, Sukmawati, Guntur, dan Guruh. Juga disebutkan cucu beliau, Puan Maharani dan Puti Guntur Soekarno. Dari keturunan KH Hasyim Asy'ari disebutkan putra beliau, yaitu KHA Wahid Hasyim, cucu-cucu yaitu Abdurrahman Wahid, Aisyah Hamid Baidlowi, saya sendiri (Salahuddin Wahid) dan Lily Wahid, serta cicit-cicit beliau yaitu Yenny Wahid dan anak saya Irfan Wahid. Apakah betul berita seperti itu? ***

Perubahan sistem politik yang memungkinkan rakyat memilih secara langsung presidennya membuat keturunan dari tokoh bangsa yang mempunyai pengaruh besar akan memperoleh potensi berupa manfaat dari pengaruh dan wibawa tokoh tersebut. Untuk menjadi dinasti politik, potensi itu harus disertai ambisi dan telah menunjukkan hasil sebagai wujud dari gabungan persyaratan tersebut.

Dengan melihat capaian yang telah diraih, maka yang bisa disebut sebagai dinasti politik secara nasional di Indonesia hanyalah keluarga Bung Karno. Di sini kita melihat peran aktif dan cerdas dari Taufik Kiemas dalam menampilkan Megawati. Itu pun harus dibuktikan dulu dengan munculnya generasi ketiga keturunan Bung Karno di pentas politik tingkat nasional, dengan peran yang berarti.

Ada potensi dinasti yang mungkin pernah dipersiapkan, tetapi akibat perubahan situasi politik, potensi tersebut tidak terwujud menjadi kenyataan. Yang di maksud adalah keluarga Pak Harto. Seandainya dipersiapkan dengan baik dan putra-putri Pak Harto ada yang punya minat tinggi dan kemampuan yang baik, bukan tidak mungkin akan menjadi dinasti politik.

Potensi lain ialah keluarga keraton Yogya. Kalau dulu Hamengku Buwono IX menjadi wakil presiden pada 1970-an, maka Hamengku Buwono X berpotensi menjadi presiden atau yang lebih potensial menjadi wakil presiden. ***

Selain ayah saya, putra KH Hasyim Asy'ari yang punya prestasi cukup memadai di tingkat nasional ialah Yusuf Hasyim. Saya dan saudara kandung saya awalnya tidak bercita-cita menjadi politisi. Aisyah, kakak saya yang saat itu menjadi Ketua Umum PP Muslimat NU, ditawari Golkar menjadi calon legislatif pada 1997 dan menjadi anggota DPR sampai 2009.

Adik saya, Umar Wahid, mau menjadi calon legislatif PKB (2004) kalau ditempatkan bukan pada nomor jadi. Ternyata calon nomor satu mundur setelah menjadi anggota DPR, sehingga kini dia menjadi anggota DPR. Lily Wahid terbawa oleh arus dinamika internal PKB dan menjadi calon legislatif nomor jadi di Jawa Timur.

Hasyim Wahid pernah menjadi salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan periode 1999-2004. Saya pernah menjadi salah satu Ketua DPP PKU selama satu tahun dan mundur karena menjadi salah satu Ketua PBNU pada 1999. Saya menjadi calon wakil presiden (2004) secara mendadak dan tidak direncanakan.

Prosesnya hanya memakan waktu maksimal dua pekan sampai mendaftarkan diri ke kantor KPU pada bulan Mei 2004. Dari sepuluh calon presiden dan wakilnya pada saat itu, hanya saya saja yang tidak pernah menyatakan ingin menjadi presiden atau wakil presiden. Kalau punya ambisi dan sejak awal direncanakan dengan baik secara bersama oleh keluarga Wahid Hasyim, termasuk Gus Dur, bukan tidak mungkin saya menjadi calon presiden pada Pemilihan Presiden 2004 lalu.

Dinasti politik tidak datang begitu saja walau sudah ada potensi, tetapi harus melalui upaya khusus.Untuk bisa mewujudkan potensi menjadi dinasti politik, diperlukan ambisi, perencanaan yang baik (strategi dan taktik) dan implementasi rencana itu dengan kerja sama seluruh anggota keluarga dan pihak terkait (stakeholders). Sumber dana yang dibutuhkan akan datang kemudian, kalau dibuat perencanaan dalam menggali ambisi dan potensi. Saya tidak tahu pasti apakah Gus Dur sungguh-sungguh mempersiapkan Yenny untuk menjadi pewarisnya di PKB.

Sebenarnya Yenny punya potensi dan ambisi, tetapi harus ada perencanaan yang matang, termasuk mengatur penahapan dan kecepatan (pacing), kapan harus muncul, sebagai apa, dan bagaimana caranya. Muncul terlalu cepat sama buruknya dengan muncul terlalu lambat. Di sini tentu dibutuhkan kepekaan politik dan pengendalian diri yang kuat. Saya dan saudara yang lain cukup tahu diri dan tidak pernah terpikir untuk mempersiapkan dinasti politik.

Kalau anak-anak kami muncul sebagai tokoh politik, hal itu terjadi secara alamiah. Mereka punya hak yang sama dengan warga negara lain untuk aktif di dalam dunia politik. Anak saya, Irfan Wahid, menjadi aktivis PKS bukan karena kehendak saya dan mundur dari posisi anggota Dewan Pakar PKS juga bukan karena permintaan saya. ***

Apakah dinasti politik Bung Karno (BK) akan bisa bertahan lebih dari dua generasi seperti dinasti Gandhi?

Seperti kita tahu,dinasti itu dimulai dari Jawaharlal Nehru sebagai PM diteruskan oleh putrinya Indira Gandhi, lalu diikuti oleh Rajiv Gandhi putra Indira. Selain itu ada Kamala istri Nehru, Sanjay Gandhi, Sonia (istri Rajiv) Gandhi,Maneka (istri Sanjay Gandhi) dan anak-anak dari Rajiv dan Sanjay. Tentu tidak mudah untuk meramalkan hal itu. Tetapi kita sepakat bahwa kalau Megawati terpilih kembali menjadi presiden pada Pemilihan Presiden 2009, peluangnya akan lebih besar dibanding kalau Megawati tidak terpilih.

Kalau Megawati tidak terpilih, amat sulit untuk memunculkan generasi ketiga BK ke atas pentas politik nasional. Meskipun kalau Megawati terpilih juga tidak terlalu mudah. Potensi berupa karisma dan pengaruh BK masih akan bertahan cukup lama. Di Indonesia tidak ada yang menandingi beliau dalam masalah tersebut. Itu sudah merupakan modal awal yang luar biasa bagi keturunan BK.

Tetapi harus disadari bahwa di masa depan untuk bisa menjadi pemimpin nasional tentu akan dibutuhkan persyaratan yang lebih berat dari pada sekarang, tidak bisa hanya dengan mengandalkan ketokohan BK. Generasi ketiga BK harus dipersiapkan dalam banyak hal, termasuk meningkatkan kemampuan, kepekaan politik, kepemimpinan dan pemihakan yang jelas terhadap nasib rakyat.

Mereka harus menjadi keturunan ideologis BK, bukan hanya keturunan biologis. Pengalaman panjang tentu dibutuhkan untuk memantapkan pengaruh dan mengasah kepekaan politik. Jangan terburu-buru karena tidak ada sesuatu yang bisa dipaksakan. Keluarga lain yang berpotensi menjadi dinasti politik juga harus memperhatikan kiat singkat di atas. (*)

Salahuddin Wahid
Pengasuh Pesantren Tebuireng 

Tidak ada komentar: