Selasa, 06 Januari 2009

Kemakmuran Rakyat, Popularitas, dan Realisasi Janji

Seni berpolitik adalah bagaimana mengatasi masalah ketika ia menghadang langkah. Lalu, apa yang ditawarkan partai politik atau aktor politik saat membaca berita 2,4 juta petani tidak bisa mengakses pupuk bersubsidi atau berita dari Kepala Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Djamal yang menyebutkan, ada 580.510 pengangguran terbuka dan dalam setahun terakhir 20.380 orang yang semula bekerja di sektor industri, konstruksi, sektor listrik, air, dan gas kehilangan pekerjaan (Kompas, 6/1).

Dunia politik mengenal dua tipe politisi. Ada yang selalu mengambil kesempatan terhadap suatu masalah dengan mendahulukan popularitasnya dan mereka yang berpegang teguh pada kepribadiannya. Namun, pilihan tipe bukan berarti seseorang yang memiliki kepribadian politik tak memerhatikan soal popularitas dan sebaliknya, seseorang yang mengejar popularitas tak memiliki kepribadian politik. Masalahnya terletak pada prioritas dan preferensi pilihan yang didahulukan dalam mengambil sikap politik.

Jika setiap aktor politik memikirkan bagaimana ingin diingat oleh generasi mendatang, mungkin akan menjadi negarawan yang dibutuhkan bangsa ini. Namun, tampaknya nyali dan ingatan aktor politik hanya terpuruk pada apa yang terjadi hari ini dan sedikit implikasinya pada hari esok, atau paling jauh pada hari pencontrengan 10 April mendatang.

Jika parpol masih bermain-main dengan nasib rakyat, dengan melupakan bagaimana mereka ingin dikenang generasi mendatang, bisa dibayangkan apa yang mungkin dilakukan partai yang belum memiliki reputasi yang dipertaruhkan. Meski tidak berarti, partai baru bisa melupakan imaji dan reputasi yang ingin dibangunnya.

Partai yang lahir pada awal reformasi bisa mengklaim mereka tidak memiliki dosa masa lalu, yang membuat bangsa ini sempat terpuruk. Dosa mereka lahir karena membiarkan era reformasi tetap dikuasai semangat partai lama. Semangat pembiaran pada ekonomi rakyat. Pasalnya, partai yang lahir pada awal reformasi ini sebetulnya memiliki kesempatan emas untuk melakukan perombakan, tetapi tidak mampu melakukannya.

Namun, paling tidak, partai yang lahir pada awal era reformasi dan belum sempat duduk di kekuasaan bisa mengklaim tak mempunyai dosa dalam membuat bangsa ini tak punya kemandirian. Meskipun, mereka sebetulnya terlibat dalam kekuasaan, paling dalam pembuatan undang-undang di DPR.

Adapun partai yang baru pertama kali ikut dalam pemilu mendatang tentu merasa tidak mempunyai beban masa lalu, meski tokoh pendirinya meninggalkan jejak yang tidak mudah dihapus dengan embusan angin dan air hujan.

Apa tawarannya

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir menjelang akhir tahun lalu mendeklarasikan sembilan langkah memakmurkan rakyat. Sembilan langkah itu adalah terjemahan dari kemandirian bangsa yang ingin diwujudkan PAN jika mendapat kesempatan di kekuasaan. Ini antara lain menempatkan pengembangan lapangan kerja seluas-luasnya sebagai langkah pertama, dengan mengembangkan pasar rakyat, membangkitkan kewirausahaan, dan mendorong penggunaan produk dalam negeri, khususnya pertanian dan usaha rakyat.

Langkah ini, menurut Soetrisno, adalah perlindungan bagi produk dalam negeri, subsidi pertanian, serta mengendalikan nilai tukar dan inflasi. Tentang bagaimana itu akan dilakukan, ia mengatakan, bangsa ini mempunyai sumber daya manusia dan tak membutuhkan konsultan asing atau lembaga keuangan asing.

”Kita bisa menghidupkan pasar lokal, yang menjual produk rakyat dan memberikan perlindungan agar tidak dihajar produk asing yang bisa mematikan industri dan kreativitas lokal,” ujarnya.

Sejalan dengan tawaran ini, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Endin AJ Soefihara mengatakan, problem ekonomi yang dihadapi rakyat saat ini adalah keberpihakan yang belum diarahkan bagi rakyat. Ekonomi kerakyatan masih di bibir saja. Tidak heran apabila ekonomi kerakyatan yang diselenggarakan saat ini lebih menampilkan imaji pemerintahan yang prorakyat ketimbang memberikan kesejahteraan yang sesungguhnya.

Ekonomi kerakyatan yang berbasis kehidupan langsung inilah yang akan menjadi tawaran program PPP. Ekonomi kerakyatan adalah sektor riil, yang selama ini hanya dianggap sebagai pelengkap dan menjadi program belas kasih. Padahal, ekonomi kerakyatan terbukti tahan terhadap gejolak moneter meski tak ada perlakuan khusus kepadanya.

Pusat perekonomian dengan menggerakkan ekonomi rakyat setempat harus menjadi pilihan pemerintahan mendatang. Selain itu, juga perlu dukungan pusat industri pertanian dan perkebunan rakyat.

”Jual-beli di pasar rakyat, dengan produk dan barang yang dihasilkan rakyat sendiri, telah menjadikan fondasi ekonomi bangsa ini semakin kuat. Kita sekarang sudah mendengar kekurangan beras yang diisi dengan beras impor, jangan-jangan nantinya seluruh buah-buahan lokal mati digantikan buah impor. Bahkan, tusuk gigi saja kita impor,” ujarnya.

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring juga mengungkapkan, menciptakan pasar bagi pedagang kecil akan menggerakkan perekonomian rakyat. Pemerintah tinggal menyediakan lahan terbuka di setiap kabupaten yang bebas pungutan bagi pedagang kecil. Dengan langkah ini, diharapkan ekonomi rakyat akan bergerak sendiri.

Jika partai dan politisi sadar bahwa mereka akan diingat generasi mendatang melalui perbuatan atau kinerja yang ditampilkan, mungkin mereka akan melupakan perilaku korup, dan memanfaatkan dukungan sesaat rakyat pada hari pencontrengan, hanya untuk kepentingan pribadi. (Imam Prihadiyoko)

 

 

Tidak ada komentar: