Sabtu, 17 Januari 2009

Ukhuwah Politik Partai Islam

 

Secara literal, "ukhuwah" berarti persaudaraan. Dalam khazanah Islam Indonesia, selain istilah ukhuwah Islamiah dikenal juga ukhuwah wathaniah dan ukhuwah basyariah.

Secara ringkas ukhuwah Islamiah berarti semua muslim adalah bersaudara; ukhuwah wathaniah artinya semua bangsa Indonesia adalah bersaudara, ukhuwah basyariah berarti semua umat manusia itu bersaudara. Konsep ukhuwah mengandung dua pengertian. Pertama, adanya pluralitas, kemajemukan, dan perbedaan. Di dalam tubuh umat Islam terdapat berbagai mazhab dan organisasi. Dari Sabang sampai Merauke hidup ratusan suku dan etnis dengan beragam kebudayaannya. Walaupun kembar, setiap manusia adalah individu yang unik.

Kedua, ukhuwah menegaskan adanya ikatan, kerukunan, dan keharmonisan. Alquran menyebutkan, "Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara. Karena itu damaikanlah di antara saudaramu..."(QS 49:10). Ukhuwah adalah ikatan yang mempertautkan manusia dalam bingkai kehidupan yang rukun karena kesamaan pandangan, tanggung jawab dan kepentingan bersama. Ukhuwah tidak berarti meleburnya individu atau kelompok sehingga meninggalkan identitas aslinya.

Kanibalisme Partai Islam

Pluralitas di dalam Islam berdampak pula pada pluralitas politik Islam. Banyak partai adalah sesuatu yang alamiah. Hal serupa juga terdapat di dalam agama lain. Pemisahan yang tegas antara gereja dengan politik, tidak mampu membendung umat Kristiani untuk mendirikan partai politik.

Di India, salah satu partai politik yang berpengaruh adalah Bharatiya Janata Party (BJP), sebuah partai Hindu fundamentalis. Pengalaman di beberapa negara seperti Jerman, Belanda dan Turki, partai-partai berbasis agama tertentu mampu meraih kemenangan dalam pemilu. Sampai sejauh ini, menjamurnya partai Islam belum menjadi pertanda perpecahan. Banyaknya partai Islam justru menunjukkan sikap positif, percaya diri dan penerimaan umat Islam terhadap demokrasi.

Walau demikian, kelahiran dan perilaku partai Islam memang perlu mendapatkan perhatian serius. Beberapa partai Islam adalah "sempalan" yang lahir dari rahim partai Islam lain. Selain karena faktor kepentingan, perpecahan partai Islam juga disebabkan oleh kepemimpinan yang lemah. Fenomena lain yang memerlukan sikap arif adalah "kanibalisme" partai. Sesama partai Islam saling "memangsa". Satu naik, yang lain turun.

Di samping itu, "prestasi" partai Islam di pentas politik juga kurang menggembirakan. Menurut Muhaimin Iskandar dalam sebuah diskusi di Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), partai Islam lebih sering menjadi pengekor daripada inisiator. Sangat sedikit produk perundang-undangan yang digagas partai Islam. Realitas ini menjawab mengapa partai Islam tidak pernah memenangi pemilu di negara mayoritas muslim. Sejak 1955, persentase kumulatif partai-partai Islam tidak pernah melebihi 45% pemilih. Partai Islam kalah di tengah kecenderungan menguatnya identitas Islam.

Ukhuwah Politik

Dalam kondisi demikian, dapatkah partai Islam dipersatukan? Jika persatuan diartikan sebagai upaya melebur (fusi) tampaknya tidak mudah, meskipun tidak mustahil. Tetapi, jika persatuan dimaknai persaudaraan politik (ukhuwah al-siyasiyyah), akan sangat mungkin.

Pertama, di tengah perbedaan yang ada, partai-partai Islam-tetap-memiliki orientasi keislaman yang relatif tinggi. Karena sensitivitas keislaman yang kuat, konsolidasi partai-partai Islam dapat dilakukan dengan tanpa susah payah, terutama menyangkut isu-isu keislaman. Kuatnya solidaritas juga bisa menarik mereka yang berada di partai "sekuler" untuk bergabung. Pengalaman Poros Tengah I yang digalang Amin Rais 1999, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 dan-yang terbaru - kasus Undang-Undang Pornografi adalah beberapa contoh bagaimana "keberhasilan" ukhuwah politik partai Islam dan umat Islam.

Kedua, ukhuwah politik partai Islam dimungkinkan apabila terdapat pemimpin yang diterima oleh sebagian besar pihak. Pemimpin tersebut setidaknya memenuhi dua prasyarat. Pertama, figur netral yang tidak berasal dari salah satu partai Islam. Netralitas ini bisa menghilangkan tarik-menarik kepentingan, tapi mampu menjamin terakomodasinya kepentingan masing-masing partai secara proporsional.

Kedua, figur solidarity makeryang mampu membangun solidaritas karena kedekatan personal dan emosional dengan para elite partai. Ketiga, figur yang konsisten memperjuangkan Islam, bukan tokoh instan yang dibesarkan iklan. Jika tiga prasyarat tersebut dipenuhi, tidak mustahil ukhuwah politik partai Islam dapat digalang. Ukhuwah ini diperlukan untuk tujuan keumatan dan kebangsaan yang strategis. Pertama, agar umat Islam di arus bawah tidak tercabik-cabik.

Umat sudah lelah bertikai dan berselisih. Kedua, ukhuwah dilakukan untuk tujuan jangka panjang dan kepentingan bangsa yang strategis. Misalnya masalah persatuan bangsa, kemiskinan, kebodohan, dan sebagainya. Ketiga, langkah awal membangun komunikasi yang intens ke arah koalisi permanen di antara partai Islam. Jumlah partai Islam yang terlalu banyak-meskipun sah secara demokratis dan yuridis-cenderung tidak kondusif dalam konsolidasi demokrasi dan pengambilan keputusan publik yang mendesak.

Melihat pengalaman dan peluang yang ada, gagasan Ketua Umum PP Muhammadiyah M Din Syamsuddin mengenai koalisi strategis partai-partai Islam dan berbasis massa umat Islam menjadi menarik untuk dikaji dengan penuh kearifan dan jiwa besar. Ukhuwah siyasiyyahitu semakin diperlukan ketika umat difait accompli oleh berbagai analisis politik dan polling yang menggiring opini publik hanya kepada dua pilihan pragmatis: Susilo Bambang Yudhoyono atau Megawati Soekarnoputri. Pemilu bukan semata-mata persoalan memilih anggota legislatif, presiden, dan wakil presiden.

Dalam negara demokrasi, presiden/wakil presiden bukan segala-galanya. Umat dan bangsa harus lebih tercerahkan untuk berpikir alternatif mengenai pemimpin dan terlibat aktif dalam membangun bangsa di masa depan. Dalam perspektif ini, semoga ukhuwah siyasiyyah tidak menjadi ukhuwah yang sia-sia. (*)

Abdul Mu'ti
Direktur Eksekutif Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Jakarta

Tidak ada komentar: