Selasa, 23 Desember 2008

Pemilu 2009 Lawan Tsunami Ekonomi


Dalam diskusi politik akhir tahun di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Jumat (19/12), wartawan senior Kompas, Budiarto Shambazy, mengemukakan prediksi tentang adanya benturan antara Pemilu 2009 dan tsunami ekonomi. Tsunami ekonomi ini akan parah dan bisa berakibat parah pula bagi pemilu di negeri ini.

Dalam sejarah pemilu di Indonesia, konflik yang terjadi tak pernah sebesar konflik di luar pemilu. ”Seperti pada masa kampanye Pemilu 1982 di Lapangan Banteng, Jakarta, tidak menimbulkan korban jiwa walaupun beberapa mobil rusak,” ujar Budiarto. Ia melanjutkan, ”Tetapi pada masa tsunami ekonomi, saya tidak tahu apa yang akan terjadi.”

Wakil Presiden M Jusuf Kalla, selaku Ketua Umum Partai Golkar, menanggapi prediksi itu dengan menyatakan, ”Memang bisa terjadi tsunami ekonomi, tetapi ada celahnya, yakni kita jauh dari episentrumnya.”

Diskusi yang dipandu artis Nurul Arifin dan presenter Meuthia Hafiz itu dihadiri sebagian besar fungsionaris Partai Golkar. Pengamat politik seperti Eep Saefullah Fatah, Daniel Sparringa, Indra J Piliang, dan Bachtiar Ali jadi pembicara pula.

Menghadapi tsunami ekonomi ini dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu menghadapi situasi sulit. Menghadapi tsunami ekonomi ini, rakyat diduga belum berharap banyak kepada partai politik, anggota legislatif, dan tokoh informal. Suka atau tidak suka, rakyat masih mengharapkan pada presiden.

Maka, dalam penjaringan calon presiden yang mampu menghadapi krisis itu, tidak bisa diserahkan kepada satu partai. Perlu ada mimpi bersama. Ini menjadi masalah bangsa. Harus ada kerja sama atau koalisi partai politik. Parpol yang diharapkan kebersamaannya antara lain Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, diharapkan Partai Golkar yang mempunyai pengalaman dalam menjaga stabilitas akan menjadi pelopor dalam kerja sama itu.

Calon presiden yang tampak saat ini, menurut Budiarto, masih diragukan. ”Bukan karena kurang mampu, tetapi tsunami ekonomi itu memang dahsyat,” katanya lagi.

Akan tetapi, lanjut dia, masih ada yang mau mencalonkan presiden sudah cukup lumayan. ”Karena kalau sampai tidak ada yang mau atau mundur dari pencalonan presiden, itu pertanda situasinya memang sangat dahsyat. Ini celaka,” paparnya.

Uraian ini ditanggapi Jusuf Kalla dengan menganalogikan tsunami ekonomi dengan tsunami yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam. Malaysia, Filipina, India, dan beberapa negara lain juga terkena imbas tsunami itu, tetapi tidak terlalu parah karena jauh dari episentrumnya. Dalam tsunami ekonomi, Indonesia terkena imbasnya di tingkat tiga, tidak terlalu dekat. ”Tsunami ekonomi akan sangat terasa di negara maju yang banyak ekspornya,” ujarnya.

Walaupun tidak diucapkan dalam kata, pernyataan Kalla itu terasa sekali untuk mengembangkan optimisme bangsa ini. Itu mirip dengan ucapan tsunami ekonomi itu tidak terlalu mengkhawatirkan pada masa pemilu mendatang. Budiarto pun berharap tidak akan terjadi konflik dalam pemilu di tengah tsunami ekonomi.

Mungkin bukan hanya disebarkan rasa optimisme menghadapi tsunami, tetapi kesiapan menghadapi hal terburuk perlu juga disampaikan. Sebab, riak gelombang pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja Indonesia sudah terasa. (J OSDar)

Tidak ada komentar: