Rabu, 24 Desember 2008

SBY, Prabowo, Mega dan Peta Politik



Oleh Prayitno Ramelan - 25 Desember 2008 -

Sebuah hasil survei yang dilansir oleh lembaga survei Indonesian Political Marketing Research (IPRM) pada Selasa (23/12) menyebutkan bahwa Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra Prabowo Subianto menduduki posisi kedua dibawah SBY yang tetap menduduki posisi teratas, sementara Megawati menduduki posisi ketiga.

Lembaga survei IPRM didirikan oleh perusahaan konsultan pemasaran dan bisnis Marplus Insight. Chief Executive Associate Partner Markplus Insight Taufik pada jumpa pers mengenai Political Tracking Research untuk Pileg dan Pilpres 2009 mengatakan “Survei ini merupakan yang terbesar, terlengkap, dan relevan dengan situasi calon pemilih Indonesia yang sangat heterogen”. IPRM dapat dikatakan baru melaksanakan survei khusus untuk kepentingan internal , selanjutnya dijelaskan Taufik bahwa IPRM adalah lembaga survei yang independen, bebas dari pesanan parpol. Hasil surveinya akan dijual kepada 38 parpol peserta pemilu 2009.

Survei dari lembaga riset politik MarkPlus ini menyebutkan SBY dianggap oleh 62,8 persen dari 16.800 responden pantas sebagai calon presiden. Jumlah 62,8 persen ini terdiri dari 35,3 persen disebut pertama oleh responden, 18,5 persen secara spontan ketika diajukan pertanyaan dan 9,1 persen ketika dibantu.

Prabowo meraih 45,3 persen dan Megawati 37,7 persen. Namun Megawati lebih banyak disebut pertama yakni 15,2 persen, dibandingkan Prabowo yang hanya 9,2 persen.

Berikutnya baru Sri Sultan Hamengku Buwono X yang mendapat 28,9 persen, Soetrisno Bachir 20,9 persen, Amien Rais 20,1 persen, Wiranto 20,1 persen, Jusuf Kalla 16 persen, Hidayat Nur Wahid 14,4 persen dan Abdurrahman Wahid 11,8 persen.

Survei ini berbasis daerah pemilihan, melibatkan 16.800 responden di 33 provinsi. Responden dibagi berdasarkan kuota jenis kelamin, status ekonomi & sosial dan usia. Tingkat kepercayaan 95 persen, dengan margin of error 0,75 persen. Survei dilakukan minggu pertama dan minggu ketiga November 2008, namun baru dilansir hari Selasa, 23 Desember 2008.

Sementara itu Reform Institute mengeluarkan hasil survei 13-25 November tentang keterpilihan atau elektabilitas parpol. Partai Demokrat menempati tempat teratas (26,36%), PDIP (17,80%), Golkar (14,16%), Gerindra (6,56%), PKS (5,16%). Yang paling menonjol dicatat oleh Reform institute, Partai Gerindra mengalami kemajuan tercepat, pada survei Juni-Juli masih berada diurutan ke-28 (0,08%), melejit menjadi 6,56% pada bulan November 2008.

Khusus tentang tingkat kesukaan pemilih dalam berkoalisi, dari (26,36%) responden pemilih Partai Demokrat, dimana sebanyak (30,05%) pemilih menginginkan berkoalisi dengan Partai Golkar, (13,96%) menyukai koalisi dengan PDIP, (11,08%) menyukai koalisi dengan PKS, dengan PAN (5,61%), PKB (4,4%), dengan Gerindra (3,49%).

Responden Partai Golkar yang 14,16% sebahagian besar lebih suka koalisi dengan Partai demokrat (38,14%), dengan PDIP (15,54%), dengan Hanura (5,65%), dengan Gerindra (4,52%), dengan PKS (3,95%). Disini juga terlihat bahwa di kalangan pemilih Golkar masih ada yang bersimpati kepada dua mantan sesepuh Golkar Wiranto dan Prabowo, terbaca dengan adanya keinginan koalisi.

Responden PDIP menginginkan koalisi dengan Partai Golkar (26,74%), serta koalisi dengan Partai Demokrat (13,48). Partai Gerindra yang mendapat dukungan 6,56%, pemilihnya menginginkan koalisi dengan Partai Golkar (21,15%) dan koalisi dengan Partai Demokrat/PAN (12,20%).

Pemilih PKS menginginkan koalisi dengan Partai Demokrat (29,46%), dengan PAN (18,6%), dengan Golkar (9,3%), dengan PPP (4,65%), dengan Gerindra (4,56%).

Dari fakta-fakta tersebut diatas, mulai terlihat sebuah peta politik tentang posisi capres, kekuatan dan posisi parpol serta kekuatan ideal koalisi parpol. SBY sebagai incumbent hingga saat ini masih belum tergoyahkan dari posisi teratas dengan elektabilitas tertinggi 62,8%, pada posisi kedua terlihat Prabowo mulai mengimbangi Megawati, bahkan secara akumulatif Prabowo lebih tinggi elektabilitasnya. Pada posisi keempat diduduki oleh Sri Sultan. Elektabilitas Sultan sayangnya kurang menonjol, mungkin ini disebabkan karena kurangnya beriklan di media massa.

Pada parpol, posisi PDIP dan Partai Demokrat saling berebut tempat teratas, pada survei LSI yang dilakukan 5-15 Desember, PDIP menduduki tempat teratas dengan 31%, Reform Institute menyebutkan PDIP hanya mendapat 17,8%. Partai Demokrat oleh LSI ditempatkan pada posisi kedua (19,3%), justru oleh Reform Institute menduduki tempat pertama (26,63%). Kedudukan Partai Golkar hampir sama LSI (11,9%), Reform Institute (14,16%). Dengan demikian terlihat sementara ini kemungkinan yang akan menjadi parpol papan atas adalah Partai Demokrat, PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Sementara yang terlihat akan menjadi parpol papan tengah sementara ini diperkirakan baru Partai Gerindra dan PKS.

Yang menarik adalah peta koalisi. Partai Golkar adalah parpol yang paling disukai untuk dijadikan partner koalisi, Golkar disukai pemilih Partai Demokrat (30,05%), pemilih PDIP (26,74%) dan Gerindra (21,15%). Partai terfavorit kedua sebagai partner koalisi adalah Demokrat, disukai pemilih Golkar (38,14%), pemilih PKS (29,46%). Sementara PDIP hanya disukai pemilih sebagai pilihan kedua berkoalisi dari Demokrat dan Golkar. PKS dan Gerindra pemilihnya kurang menyukai koalisi dengan PDIP. PKS hanya disukai pemilih sebagai pilihan kedua partner koalisi dari Demokrat, pilihan kelima dari pemilih Golkar. PDIP dan Gerindra pemilihnya tidak berminat koalisi dengan PKS. Pemilih PKS lebih menyukai berkoalisi dengan Partai Demokrat, pilihan kedua PAN, pilihan ketiga Golkar dan pilihan keempat PPP, pilihan kelima Gerindra. Sementara Gerindra pemilihnya hanya suka koalisi dengan Golkar, pilihan kedua Demokrat.

Dengan demikian maka peta parpol dan capres terkuat akan dikuasai apabila Partai Demokrat berkoalisi dengan Golkar, capresnya SBY, wapres dari Golkar (JK atau Sultan). Koalisi keduanya sementara ini akan mendapat kekuatan gabungan pemilih hingga 40,52%, dengan elektabilitas capresnya 62,8%, belum ditambah elektabilitas cawapres. Kekuatan capres kedua akan dipegang oleh PDIP dengan capres Megawati. PDIP kelihatannya akan menjumpai masalah dalam berkoalisi, pemilihnya tergambar hanya menyukai koalisi dengan Golkar dan Demokrat. Sementara pemilih PKS tidak menyukai koalisi dengan PDIP, lebih suka apabila PKS berkoalisi dengan Demokrat. Demikian juga pemilih Gerindra lebih suka koalisi dengan Golkar atau Demokrat. Dengan demikian maka kemungkinan peta lama akan kembali terulang, PKS akan merapat ke Partai Demokrat.

Jadi tanpa adanya perubahan yang signifikan maka apabila Golkar dan Demokrat berkoalisi, kemungkinan besar SBY yang akan kembali menjadi Presiden. Bagaimana mengatasi kebuntuan PDI Perjuangan? Peluang PDIP hanya berada ditangan Sri Sultan, dengan catatan Sultan mampu merebut posisi sebagai pemegang “mandat” dari Golkar. Artinya Sultan harus diajukan sebagai calon oleh Golkar, dan mau berkoalisi dengan PDIP. Sultan akan kuat apabila mampu merebut Golkar. Hambatan utamanya karena Sultan sudah terlalu yakin sebagai Capres tapi belum meiliki parpol pendukung yan kuat. Jadi pilihannya hanya satu yaitu Golkar dimana dia sudah menjadi kader.

Mungkin Prabowo adalah salah satu harapan dari PDIP, bisa diperkirakan Gerindra akan menjadi parpol papan tengah, masalahnya hanya karena para pemilih kedua parpol kurang mendukung koalisi tersebut. Yang mungkin bisa diandalkan adalah elektabilitas Prabowo yang diperkirakan semakin hari akan semakin tinggi dengan jalan pintas iklannya. Kalau Golkar lepas dari tangan SBY, maka yang terbaik bagi Demokrat adalah koalisi dengan PKS, dengan cawapres Hidayat Nur Wahid, ditambah beberapa parpol kecil lainnya. Gabungan kedua parpol inipun diperkirakan akan mampu memenuhi peryaratan UU pilpres dalam mengajukan capres.

Perjalanan menuju pemilu hanya beberapa bulan lagi, demikian juga dengan pilpres, masih banyak kemungkinan yang akan memengaruhi para konstituen, tanpa adanya gebrakan yang berarti maka “golput apatis” diperkirakan akan semakin banyak. Inilah saatnya para elit partai meunjukkan kepiawaiannya dalam menyusun sebuah strategi agar dapat menarik minat golput dan menerima amanah dalam memimpin bangsa ini. Jujur, bijaksana, mumpuni dan pro rakyat itulah kunci seorang pemimpin masa kini yang sangat didamba rakyatnya. Bravo.

Tidak ada komentar: