Rabu, 24 Desember 2008

SBY dan Demokrat Makin Jago


Ada kiasan yang berbunyi sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Kini saya mau rubah sedikit “sepandai-pandainya tupai melompat, makin lama, main jago”. Itulah yang kini terjadi pada Partai Demokrat, setelah empat tahun lebih berjalan mendukung sang pembina, kini terlihat semakin jago. Peran SBY sebagai “incumbent” terutama yang mengangkat dan mengkatrol kemajuan partai ini, ini sulit terbantahkan.

Berita terakhir yang dirilis oleh Lembaga Survei Indonesia terasa sangat mengejutkan. Menjelang pemilu legislatif 2009 hanya 15 persen pemilih yang menyatakan terikat dengan partai politik, sisanya yang 85 persen pemilih potensial menjadi pemilih swing voter. Para swing voter atau pemilih nonpartisan mempunyai kecenderungan memilih Partai Demokrat dan Gerindra pada pemilu 2009. Demikian yang disampaikan Direktur Eksekutif LSI Saiful Mujani.

Menurut Saiful, dari jumlah pemilih swing voter, Partai Demokrat mendapat 9,6 persen suara sehingga total meningkat menjadi 16,8 persen dibandingkan yang diperoleh pada pemilu 2004sebesar 7,4 persen. Posisi kedua Golkar yang mendapat 15,9 persen dan ketiga PDIP 14,2 persen. Gerindra partainya Prabowo telah mampu memikat swing voter sebesar 3,7 persen.

Ketertarikan para swing voter pada Partai Demokrat disebabkan pandangan responden pada empat hal yaitu kemampuan pemimpinnya, program partainya, perhatian partai pada rakyat dan bersih dari korupsi.

Diantaranya yang mengubah pandangan swing voter adalah program BLT, Bantuan Operasional sekolah (BOS), Presiden tidak melakukan intervensi terhadap kasus hukum besannya Aulia Pohan.

Walau survei hanya merupakan sebuah persepsi publik, tapi jangan mensepelekan sebuah hasil survei. Yang aneh, ada petinggi partai besar yang meragukan hasil tersebut. Seharusnya hasil survei aktual dari sebuah lembaga yang cukup kredibel dianalisa, dijadikan informasi matang yang disebut intelijen. Hasil analisa kemudian dijadikan dasar untuk melakukan pembenahan sikap, taktik serta strategi partai kedepan. Intinya mensikapi informasi aktual demi untuk pemenangan.

Partai papan atas sebaiknya waspada, dinamisasi politik sedang berjalan cepat, pemilu yang hanya tersisa beberapa bulan membutuhkan penentuan sikap yang tepat. Telah terjadi perubahan perilaku konstituen. Strategi partai kini harus diarahkan untuk menarik swing voter, jangan hanya terkonsentrasi kepada basis tradisional partai saja. Rakyat semakin kritis dan pintar, pembongkaran kasus-kasus korupsi di DPR telah menurunkan kesetiaan masyarakat terhadap partai. Kini yang mengemuka adalah masalah kejujuran. Pemikiran dengan paradigma lama dan keyakinan pada sesuatu yang nyata tapi semu akan dapat membahayakan perolehan suara.

Profesor William Liddle dari Ohio State University sangat gamblang menjelaskan peta pilpres 2009 ”Garis besar pemilihan presiden 2009 sudah cukup jelas. Presiden Yudhoyono yang berasal dari kelas politisi orde baru akan dilawan oleh calon-calon yang juga sudah lama dikenal para pemilih. Sebaiknya janganlah berharap akan ada calon baru, muda, pintar, terampil, bicara, penuh ide untuk memecahkan masalah-masalah bangsa. Sejak 2004 baik dipusat maupun didaerah menunjukkan sebuah kelas politisi baru mulai menggeliat. Obama ala Indonesia akan muncul dalam lima tahun mendatang”.

Peta semakin jelas, partai Demokrat akan menjadi petarung yang harus dihitung dengan cermat, bisa naik menjadi parpol papan atas. Kemungkinan besar calon presiden hanya tiga pasang, SBY, Mega dan satu calon alternatif yang juga orang lama. Survei Indonesian Research and Development Institute (IRDI) pada bulan Oktober menyebutkan tingkat elektabilitas SBY menempati nomor urut satu dengan 33%, Megawati 17,9, Wiranto 5%, Prabowo 4,7%, Hidayat Nur Wahid 2,8%, Amin Rais 2,65%, Gus Dur 2,45% , Sri Sultan HB-X 1,6%.

Ini memperlihatkan bahwa SBY dengan Demokrat semakin hari semakin solid dan sulit dilawan, pesaingnya sementara ini hanya Megawati. Untuk capres alternatif, walau ada Wiranto, penulis lebih agak cenderung kearah Prabowo. Strategi penyampaian pesannya melalui media sekaligus mampu mengangkat baik Prabowo maupun Gerindra, secara perlahan semakin kokoh dan menguat. Terbukti Prabowo dan Gerindra mulai disukai para swing voter. Disamping itu penguatan dibasis petani dan nelayan yang terus dilakukan jelas akan mempunyai pengaruh besar dalam perolehan suara.

Sebenarnya terpikir juga kalau Mega mengambil Prabowo saja sebagai capresnya, pasangan ini akan lebih solid dan paling mampu sebagai lawan SBY. Jangan tunggu nanti setelah pemilu, kalau Gerindra terbukti kuat dia akan berkoalisi dengan partai lainnya dan Bowo akan maju sebagai capres. Dalam pilpres yang terpenting adalah kharisma dan elektabilitas capresnya, disamping memenuhi syarat pengajuan capres.

Apakah PDIP yakin kalau nanti Mega kembali bertarung head to head melawan SBY akan menang?. Agak pesimis rasanya. Karena itu parpol harus realistis. Sudah ada kok contoh parpol besar menang tapi “kecebur”. Kita lihat dan ikuti saja bagaimana nanti.

Tidak ada komentar: