Selasa, 23 Desember 2008

Politisi Buruk Dipilih


Hasil Survei Tak Pengaruhi Pilihan Pemilih
Rabu, 24 Desember 2008 | 03:04 WIB

Jakarta, Kompas - Buruknya kinerja politisi atau partai politik tidak semata-mata disebabkan oleh rendahnya kualitas mereka, tetapi juga karena sedikitnya pemilih yang cerdas sehingga politisi yang berkinerja buruk dan partai politik yang sudah mengingkari janjinya tetap saja dipilih dan dibiarkan eksis.

Demikian dikemukakan fungsionaris Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Budiman Sudjatmiko, Selasa (23/12).

”Kecerdasan pemilih menjadi faktor penting kesuksesan Pemilu 2009. Untuk itu pendidikan pemilih perlu lebih diintensifkan,” kata Budiman.

Gerakan antipolitisi busuk yang sudah dimulai pada Pemilu 2004 dan sekarang digagas lagi oleh sejumlah penggiat gerakan masyarakat sipil menjadi salah satu cara membangun pemilih yang cerdas. Namun, gerakan itu masih kurang menyentuh lapisan masyarakat bawah.

”Menjelang Pemilu 2004, gerakan itu hanya cenderung ramai di media dan aksi di tingkat masyarakat bawah amat kurang. Akibatnya, gerakan itu menjadi kurang efektif,” papar Budiman.

Sementara itu, Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Rahman Toha Budiarto mengatakan, pencerdasan pemilih juga tidak cukup dilakukan dengan menunjukkan mana politisi yang layak atau mana yang tidak.

Mulai Januari 2009, KAMMI akan mengintensifkan pendidikan pemilih, yang dilakukan dalam dua tingkat. Pertama, memberikan pemahaman atas sistem politik di Indonesia. Kedua, menyampaikan arti penting pemilu.

Survei politik

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, banyaknya hasil survei politik dan dengan hasil yang berbeda-beda harus disikapi partai politik secara hati-hati. Hasil survei merupakan alat analisis untuk membuat kebijakan dan kampanye partai, bukan alat pemenangan partai atau calon presiden tertentu.

Menurut Qodari, survei tidak dapat dijadikan alat ukur kemenangan peserta pemilu tertentu. Pemilih memilih partai atau calon presiden bukan atas hasil survei, tetapi berdasarkan kesukaan, ikatan dengan basis sosiologis, seperti agama atau suku, serta program yang ditawarkan partai.

”Apa pun hasil survei, kalau masyarakat sudah memiliki penilaian tertentu terhadap partai atau calon presiden, ia akan tetap memilihnya,” katanya.

Hasil survei antarlembaga yang berbeda tidak dapat dibandingkan secara langsung karena perbedaan metodologi dan waktu survei. (NWO/mzw)

Hasil Survei Tak Pengaruhi Pilihan Pemilih
Rabu, 24 Desember 2008 | 03:04 WIB

Jakarta, Kompas - Buruknya kinerja politisi atau partai politik tidak semata-mata disebabkan oleh rendahnya kualitas mereka, tetapi juga karena sedikitnya pemilih yang cerdas sehingga politisi yang berkinerja buruk dan partai politik yang sudah mengingkari janjinya tetap saja dipilih dan dibiarkan eksis.

Demikian dikemukakan fungsionaris Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Budiman Sudjatmiko, Selasa (23/12).

”Kecerdasan pemilih menjadi faktor penting kesuksesan Pemilu 2009. Untuk itu pendidikan pemilih perlu lebih diintensifkan,” kata Budiman.

Gerakan antipolitisi busuk yang sudah dimulai pada Pemilu 2004 dan sekarang digagas lagi oleh sejumlah penggiat gerakan masyarakat sipil menjadi salah satu cara membangun pemilih yang cerdas. Namun, gerakan itu masih kurang menyentuh lapisan masyarakat bawah.

”Menjelang Pemilu 2004, gerakan itu hanya cenderung ramai di media dan aksi di tingkat masyarakat bawah amat kurang. Akibatnya, gerakan itu menjadi kurang efektif,” papar Budiman.

Sementara itu, Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Rahman Toha Budiarto mengatakan, pencerdasan pemilih juga tidak cukup dilakukan dengan menunjukkan mana politisi yang layak atau mana yang tidak.

Mulai Januari 2009, KAMMI akan mengintensifkan pendidikan pemilih, yang dilakukan dalam dua tingkat. Pertama, memberikan pemahaman atas sistem politik di Indonesia. Kedua, menyampaikan arti penting pemilu.

Survei politik

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, banyaknya hasil survei politik dan dengan hasil yang berbeda-beda harus disikapi partai politik secara hati-hati. Hasil survei merupakan alat analisis untuk membuat kebijakan dan kampanye partai, bukan alat pemenangan partai atau calon presiden tertentu.

Menurut Qodari, survei tidak dapat dijadikan alat ukur kemenangan peserta pemilu tertentu. Pemilih memilih partai atau calon presiden bukan atas hasil survei, tetapi berdasarkan kesukaan, ikatan dengan basis sosiologis, seperti agama atau suku, serta program yang ditawarkan partai.

”Apa pun hasil survei, kalau masyarakat sudah memiliki penilaian tertentu terhadap partai atau calon presiden, ia akan tetap memilihnya,” katanya.

Hasil survei antarlembaga yang berbeda tidak dapat dibandingkan secara langsung karena perbedaan metodologi dan waktu survei. (NWO/mzw)

Tidak ada komentar: